Ketika Diperiksa Bareskrim, Tersangka UPS Tunjuk Ahok dan Prasetyo, mereka berdua inilah yang bertanggung jawab, dialah aktor dan koruptornya
Tersangka kasus korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS), Fahmi Zulfikar (Anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Hanura), mendatangi Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (1/3). Pengacara menyebut kliennya diperiksa terkait kasus yang menjeratnya.
"Saya mendampingi Pak Fahmi (Zulfikar). Ada juga diperiksa Pak Firman (Muhammad Firmansyah) dan Pak Sani (Triwisaksana)," kata Ilal Ferhard di depan Gedung Badan Reserse Kriminal Polri.
Fahmi yang menjabat sebagai Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Firmansyah (Anggota DPRD DKI dari Partai Demokrat). Begitu pula sebaliknya, Firman diperiksa sebagai saksi untuk Fahmi, kata Ilal.
Ilal berkeras kliennya tidak bersalah dalam kasus ini. "Kalau memang penyidik mempunyai dua alat bukti, yang mana?"
Dia menjelaskan, pada 22 September 2014 Kementerian Dalam Negeri mengirimkan hasil revisi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah-Perubahan (APBD-P) kepada Pemerintah Provinsi.
Seharusnya, hasil revisi itu ditindaklanjuti dalam waktu paling lama tujuh hari. "Kalau tidak ada jawaban artinya APBD-P tidak ada, kembali ke APBD," kata Ilal.
Pemerintah provinsi, kata dia, baru menyurati DPRD pada 21 Oktober. Surat itu dibalas oleh Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi (dari PDIP) tiga hari setelahnya.
"Di situ sama sekali tidak dievaluasikan UPS. Yang ada Sumber Waras dan 3D Scanner," kata Ilal. Karena itu, kata dia, tidak jelas apakah UPS itu diadakan di APBD atau APBD-P.
"Penyidik bilang di APBD-P, tapi kalaupun ada di situ, seharusnya APBD-P itu tidak boleh dipakai," ujarnya.
Karena itu, dia menduga kuat ada keterlibatan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Prasetyo dalam kasus ini. "Indikasi keterlibatan Pak Gubernur dan Ketua Dewan cukup kuat, kenapa kok disahkan?" ujarnya retoris.
Sementara itu, menurutnya, Fahmi tidak mengetahui sama sekali soal pengadaan UPS tersebut. Menurutnya, hal tersebut hanya diketahui pimpinan DPRD.
Fahmi dan Firman ditetapkan tersangka dalam pengembangan dari penyidikan yang lebih dulu menjerat bekas Kepala Seksi Sarana dan Prasaran Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman dan bekas pejabat dengan peran yang sama di Jakarta Pusat, Zaenal Soleman.
Sementara dari pihak perusahaan rekanan, penyidik telah menjerat Harry Lo selaku bos PT Offistarindo Adhiprima.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Komisaris Besar Erwanto Kurniadi mengatakan kerugian negara atas korupsi ini bisa mencapai Rp160 miliar.
"Kerugian keuangan negara di Dikmen Jakbar lebih kurang Rp81 miliar dan di Dikmen Jakpus lebih kurang Rp78 miliar," kata Erwanto.
Dia mengatakan hingga kini penyidik masih melengkapi berkas perkara para tersangka. Baru Alex yang proses hukumnya sudah sampai ke tahap persidangan. (obs)
Sumber: CNN Indonesia
Tersangka kasus korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS), Fahmi Zulfikar (Anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Hanura), mendatangi Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (1/3). Pengacara menyebut kliennya diperiksa terkait kasus yang menjeratnya.
"Saya mendampingi Pak Fahmi (Zulfikar). Ada juga diperiksa Pak Firman (Muhammad Firmansyah) dan Pak Sani (Triwisaksana)," kata Ilal Ferhard di depan Gedung Badan Reserse Kriminal Polri.
Fahmi yang menjabat sebagai Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Firmansyah (Anggota DPRD DKI dari Partai Demokrat). Begitu pula sebaliknya, Firman diperiksa sebagai saksi untuk Fahmi, kata Ilal.
Ilal berkeras kliennya tidak bersalah dalam kasus ini. "Kalau memang penyidik mempunyai dua alat bukti, yang mana?"
Dia menjelaskan, pada 22 September 2014 Kementerian Dalam Negeri mengirimkan hasil revisi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah-Perubahan (APBD-P) kepada Pemerintah Provinsi.
Seharusnya, hasil revisi itu ditindaklanjuti dalam waktu paling lama tujuh hari. "Kalau tidak ada jawaban artinya APBD-P tidak ada, kembali ke APBD," kata Ilal.
Pemerintah provinsi, kata dia, baru menyurati DPRD pada 21 Oktober. Surat itu dibalas oleh Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi (dari PDIP) tiga hari setelahnya.
"Di situ sama sekali tidak dievaluasikan UPS. Yang ada Sumber Waras dan 3D Scanner," kata Ilal. Karena itu, kata dia, tidak jelas apakah UPS itu diadakan di APBD atau APBD-P.
"Penyidik bilang di APBD-P, tapi kalaupun ada di situ, seharusnya APBD-P itu tidak boleh dipakai," ujarnya.
Karena itu, dia menduga kuat ada keterlibatan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Prasetyo dalam kasus ini. "Indikasi keterlibatan Pak Gubernur dan Ketua Dewan cukup kuat, kenapa kok disahkan?" ujarnya retoris.
Sementara itu, menurutnya, Fahmi tidak mengetahui sama sekali soal pengadaan UPS tersebut. Menurutnya, hal tersebut hanya diketahui pimpinan DPRD.
Fahmi dan Firman ditetapkan tersangka dalam pengembangan dari penyidikan yang lebih dulu menjerat bekas Kepala Seksi Sarana dan Prasaran Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman dan bekas pejabat dengan peran yang sama di Jakarta Pusat, Zaenal Soleman.
Sementara dari pihak perusahaan rekanan, penyidik telah menjerat Harry Lo selaku bos PT Offistarindo Adhiprima.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Komisaris Besar Erwanto Kurniadi mengatakan kerugian negara atas korupsi ini bisa mencapai Rp160 miliar.
"Kerugian keuangan negara di Dikmen Jakbar lebih kurang Rp81 miliar dan di Dikmen Jakpus lebih kurang Rp78 miliar," kata Erwanto.
Dia mengatakan hingga kini penyidik masih melengkapi berkas perkara para tersangka. Baru Alex yang proses hukumnya sudah sampai ke tahap persidangan. (obs)
Sumber: CNN Indonesia